Sabtu, 23 Februari 2008

Profil WCP

Organization Back Ground :
Awal dari lembaga WCP adalah WRS (Women’s Refugee Service), yang dibentuk pada tahun 2003, (saat itu masih sub kerja dari PCC), yaitu sebuah kelompok yang memberikan pelayanan kepada pengungsi konflik perempuan yang saat itu banyak yang lari ke Banda Aceh. Mereka adalah Inong Balee, perempuan yang dituduh terlibat Inong Balee dan Istri GAM.

Tanggal 19 Mei 2004 WRS diganti namanya menjadi Women’s and Children Protection (WCP). Ide awal pendirian lembaga ini lebih kepada penanganan dan perlindungan terhadap perempuan dan anak-anak, baik karena konflik sosial maupun konflik politik di Aceh yang semakin represif. Bulan Mei 2004 pemerintah menetapkan darurat sipil di Aceh, setelah setahun sebelumnya ditetapkan sebagai daerah yang berstatus darurat militer dengan dikeluarkannya keppres No 28 UU Darurat Militer pada tanggal 19 Mei 2003 dan keppres No 79 UU Darurat Sipil pada tanggal 19 Mei 2004 dan diperpanjang lagi dengan Peraturan Pemerintah (PP) yang dikeluarkan oleh Presiden terpilih, Susilo Bambang Yudhoyono.
Yang menjadi focus dari WCP adalah advokasi pengungsi perempuan dan pengungsi anak terhadap beberapa kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada mereka. WCP juga melakukan beberapa penguatan-penguatan, seperti penguatan dibidang pendidikan dan ekonomi, agar nantinya akan terbangun sebuah jaringan yang kuat diantara sesama pengungsi itu sendiri.

VISION:
Terwujudnya masyarakat yang adil, demokratis, kreatif, cinta damai dan cerdas serta terpenuhinya Hak Asasi Manusia bagi perempuan dan anak.

MISSION:
1. Berperan aktif dalam membantu masyarakat survivor (perempuan dan anak) dari tindak kekerasan dan bencana dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia.
2. Mengembangkan kemandirian masyarakat dengan menggunakan berbagai potensi demi terwujudnya struktur sosial yang hancur akibat konflik berkepanjangan.
3. Mengkampanyekan segala masalah-masalah kemanusiaan dan bencana yang dialami oleh masyarakat sebagai upaya untuk membangun rasa solidaritas seluruh masyarakat yang ada di negara manapun tentang krisis yang sedang terjadi di Aceh, khususnya masalah yang terjadi terhadap perempuan dan anak.
4. Mengembangkan potensi melalui pengembangan kreatifitas dan pendidikan alternatif
5. Mempromosikan kreatifitas anak pinggiran
6. Melakukan pendidikan terhadap masyarakat mengenai HAM, khususnya tentang hak-hak ECOSOC, SIPOL, CEDAW, CRC dan Lingkungan.
7. Melakukan pendampingan terhadap masyarakat korban konflik dan bencana alam.
8. Melakukan pengembangan dan penguatan masyarakat melalui pengorganisasian (perempuan dan anak)

SEKTOR AKTIVITAS/PROGRAM KERJA:
–Pendampingan Pengungsi dalam bidang psikososial, psoko-edukasi dan psiko-religius untuk perempuan dan anak (Pengungsi konflik dan bencana)
–Pengembangan pendidikan alternative untuk perempuan dan anak
–Pengembangan hak-hak perempuan dan anak melalui kegiatan diskusi dan CB
–Pengembangan industri kecil dan kerja sama masyarakat
–Advokasi terhadap perempuan dan anak yang terkena dampak konflik dan kekerasan

ISU UTAMA:
1. Pendampingan psikososial anak dan remaja di daerah konflik melalui pendekatan seni budaya, pendidikan alternatif, pengembangan kreatifitas, pustaka komunitas, teater, musik, psiko-edukasi, psiko-religius, pendampingan kasus.
2. Pendampingan psikososial perempuan didaerah konflik

Motto :
Do the Best and Never Give Up

Nilai-Nilai Yang Di Anut
1. Kesetaraan Gender
2. Kekeluargaan
3. Keberpihakan pada anak dan perempuan
4. Solidaritas

Jika ada pertanyaan dan saran yang sifatnya membangun, silahkan hubungi kami di
wcp.aceh@gmail.com, coet_nyak@yahoo.com
HP; 08126922511 (Risma)

Read more...

Profil PKPA

A. Background
Center for Study and Child Protection (Pusat Kajian dan Perlindungan Anak – PKPA) Aceh is one of PKPA Medan’s branch offices to implement various child protection programs in Nanggroe Aceh Darussalam. The presence of PKPA in Aceh is closely related to the strong earthquake and deadly tsunami on 26 December 2004 and is part of its emergency responses to protect the affected children in the province. PKPA believes that many aspects of life must be addressed to improve children’s dignity and respect in Aceh.

Children represent a gift and blessing from Almighty God with each individual child being entitled to the dignity and respect accorded to human beings. Since children will advance the hopes of the national struggle, they have the rights to grow and develop properly. In addition, children also have the human rights that should be respected by the international societies and become a base for freedom, justice and peace all over the world. The rights of the child become an inseparable part of human rights that must be protected, respected and implemented by State both before and after their birth.

Since Indonesia has ratified the UN Convention on the Rights of the Child in 1990, Indonesia is therefore obliged to implement the rights of the child in its action programs and promote child friendly policies, laws and regulations and guarantee the protection of children’s rights.Type your summary here

Unfortunately, in realities, there were many children who still could not get their rights and became the victims of various abuses, violations, exploitations, mistreatments, discriminations and inhumane actions that reflect the lack of child protection in our country while children, as we know, still could not protect their selves and they, therefore, need appropriate protection from their family, society and government.

Women have similar destiny to children. Many social practices also place girls in marginalized position, subordination, and discrimination and make children as the object of various abuses and mistreatments. These practices have long existed in our society and victimize girls all over the globe. The practices include irresponsible cultural norms, religious practices and social-political practices.


B. Vision and Mission
Vision : For the implementation of the best interests of the child
Mission : Advocacy for possible policy changes for child well-being and protection and implementation
of the rights of the child.

C. Working Program
1. Research and study on child and woman issues
2. Education and training for children and women
3. Litigation and non litigation advocacies for children and women.
4. Publication and socialization of the rights of children and women.
5. Building and strengthening network for children and women.
6. Child protection programs in emergency situations.

D. Special service unit
To reach its vision and mission, PKPA establishes some units to plan, implement, monitor and report its activities.

1. Data, information and media unit
This unit focuses its activities on:
a. Data collection, analysis and presentation. The unit collects data that is directly or indirectly related to PKPA’s programs in its project areas and inputs the collected data in a database. The collected data will be useful to measure the successes and failures of the programs. The data is used not only by PKPA but also by other relevant parties like government, local and international NGOs, child activists and public.
b. Media publication. The unit publishes various information media like brochures, leaflets, posters, bulletins, magazines, books and other reading materials containing information about child and woman protection.
c. Information dissemination. The unit always disseminates any activities implemented by PKPA to public through press conferences and press releases in local, national and international mass media. Additionally, the unit is also responsible to inform other related parties about ongoing, implemented and future programs of PKPA.
d. Documentation. The unit is responsible to systematically document any data, activities and other materials related to PKPA’s programs. In addition, the unit also is in charge to arrange any publication media and documents needed by PKPA’s stakeholders.

2. Research and development unit
This unit conducts research and studies about child issues from social, economic, education, environment and health aspects. In addition, the unit also monitors on the social phenomena within the local community in their relation to the implementation of the Convention on the Rights of the Child and CEDAW, monitors PKPA’s target groups and community members, carries out investigation (primary survey), builds staff and institutional capacity and develops PKPA’s programs and target groups.

3. Education and life skill training unit
Among others, this unit’s programs include:
a. Establishment of play group for children aged between 3 – 6 years old.
b. Establishment of learning centers for children. The learning centers are equipped with books, toys, school kits and learning materials.
c. Provision of evening classes like computer, English, reading, writing, mathematics and religious education. These classes are provided individually and in groups through child study groups.

In addition, PKPA also provides school dropouts and those who are at risk of school dropout with various life skill training. After completing the training, PKPA helps children to run a small enterprise. Currently, there has been a small cooperative called as Permata Abadi Cooperative in Kota Jantho. The cooperative is engaged in sewing and embroidery business. So far, the cooperative has received some orders like bag sewing and embroidery, school uniforms, bed covers and clothes. Particularly for boys in kota Jantho, PKPA provides them with printing and silk screening training.

4. Arts, sports and alternative activity unit
To promote and preserve local cultures and values in Aceh, PKPA involves children in various activities like arts, cultural, sports and alternative programs. The programs include:
a. Provision of traditional and contemporary dance training.
b. Provision of Rapai and likok dance training.
c. Provision of music training by forming some child music groups and providing them with musical instruments. The music groups are focused on Aceh music and contemporary music.
d. Establishment of football club. To develop boys’ talent and interests in football, PKPA establishes a football club. Children are trained by a professional football trainer and are provided with tricots, shoes and snacks at the end of the training.
e. Implementation of alternative activities. The implementation of the alternative activities are scheduled on a regular basis and assisted by PKPA’s staffs. Children who participate in the music and football training are facilitated and encouraged to participate in activities that can develop their talents and interests.

5. Care center unit
To respond the strong earthquake and giant tsunami that hit Aceh on 26 December 2004, PKPA, with generous supports from its donors, establishes a number of care centers for child victims of tsunami who lost their parents. Currently, PKPA has established a total of four care centers in Aceh (1 care center in Banda Aceh, 2 care centers in Kota Jantho and 1 care center in Meurebo, the District of West Aceh). There are a total of 80 children (40 boys and 40 girls) who benefit from the care centers. Children in each care center are cared by two care takers.

During their stay in the care centers, PKPA provides the children with foods, clothes, rooms, school tuition and transportation. PKPA send these children to formal schools and after going home from school PKPA also provides them with English and computer classes and various training like sewing and embroidery training, dance training, traditional arts of Aceh, sports as well as moral and mental education through religious counseling. To implement psychosocial program in its care centers, PKPA recruits a counselor.

6. Advocacy unit
PKPA’s advocacy unit provides the following services for children.
a. Legal aid. PKPA provides legal aid for child victims of abuse and children in conflict with the law beginning from police, judiciary and court levels.
b. Counseling service. The counseling service is aimed to recover, rehabilitate and reintegrate child victims of abuse and children in conflict with the law.
c. Health services. The health services are provided for both child victims of abuse and child offenders.
d. Non litigation advocacy. The non litigation activities include provisions of training for law enforcers, publication of brochures containing information about campaign for child protection, development of networks among organizations concerning on child protection, public awareness raising campaign, dialogues with community members, other organizations, government institutions and parliament, raising solidarity, socialization of legal products and instruments and critics for laws on child and woman protection made by parliaments.

7. Health unit
Health services given by PKPA’s health unit include the following:
a. Twenty-four hours basic health services in its health clinics.
b. Mobile clinic services.
c. Twenty-four hours emergency services.
d. Monthly medical check up and monitoring on children’s nutrition status.
e. Provision of additional foods for children.
f. Provision of vitamin A for children aged 6 months – 12 years old.
g. Provision of worm medicines for children.
h. Distribution of baby porridge and milk and milk for pregnant women and nursing mothers.
i. Mass circumcision.
j. Health extension and promotion as well as disease prevention through various media and activities.
k. Provision of health education for village health cadres.
l. Health cadre education through peer educator for students of Junior High Schools and Senior High Schools, including reproductive health education, HIV/AIDS and drugs.

E. Working team
Below is working team of PKPA Aceh.
a. 27 staffs and 17 volunteers in Banda Aceh and Aceh Besar.
b. 18 staffs and 2 volunteers in the District of West Aceh
c. 15 staffs and 1 volunteer in the District of Simeulue

F. Working facilities
In implementing its programs, PKPA Aceh is facilitated with:
a. 1 office in Banda Aceh, 1 office in the District of West Aceh and 1 office in the District of Simeulue
b. 2 permanent health clinics (1 unit in Jantho, Aceh Besar and 1 unit in the District of West Aceh)
c. 1 youth center building in Jantho, the District of Aceh Besar
d. 4 learning centers in the District of Simeulue
e. 4 care centers
f. 1 playgroup and 2 playing spaces for children.
g. 5 cars for operational of the staffs
h. 3 ambulances in health clinics
i. 14 motorcycles for staff transportation
j. 15 computers for staffs
k. 6 laptops for staffs
l. 11 computers in training and learning centers
m. Other facilitates for staffs in the offices and service units.

G. Institutional cooperation
Since 17 January 2005, Center for Study and Child Protection (Pusat Kajian dan Perlindungan Anak – PKPA) Aceh has been cooperating and has been being supported by a number of institutions and donor agencies. The agreements are signed in both PKPA Medan and PKPA Aceh.
1. DEA Germany, emergency responses following the earthquake and tsunami in NAD (2004-2005)
2. BfdW Germany, child protection programs for child victims of the earthquake and tsunami in NAD (2005-2008)
3. GVC Italy-Italian Cooperation, life skill training for girl victims of the tsunami in Jantho, the District of Aceh Besar (2005-2006)
4. IRD-DRI, provision of basic health services for IDPs in Kota Jantho (2005-2006)
5. Direct Relief International, health programs in the District of Aceh Besar and Simeulue (2005-2006)
6. Indonesian-Munchen WV, medical tools and education program for children in Jantho (April 2006)
7. Working Unit for Religious Affairs of Rehabilitation and Reconstruction Agency of Aceh-Nias (BRR NAD-NIAS), counseling program for IDPs in Kota Jantho (April 2006)
8. Working Unit of PPAK BRR NAD Nias, research on child labors in fishing sector in NAD (October-December 2006)
9. ILO-IPEC, research and education programs.
10. ICS Italia, health program in Aceh Besar
11. ECPAT Italia, health program in West Aceh
12. CA UK, Education and child protection programs in Banda Aceh and Districts of Aceh Besar, West Aceh and Simeulue


H. Office addresses
1. Banda Aceh
Jln. Bhakti No.44 Neusu Aceh, the Sub District of Baiturrahman, Banda Aceh
Phone/fax: 0651-28195, Email: pkpa_bandaaceh@yahoo.com

2. Aceh Besar
Jln. Cempaka No.2 Desa Jantho Makmur, Kota Jantho, the District Aceh Besar
Phone: 0651-92200

3. West Aceh
Jln. Nasional Meulaboh-Tapak Tuan Km. 2,5 No. 30 Desa Pasi Pinang, Meurebo, the District of West Aceh, Phone: 0655-7011787, Email: pkpambo@yahoo.com

4. Simeulue
Jln. Tengku Di Ujung Desa Amiria Bahagia, the Sub District of East Simeulue, the District of Simeulue, 23691, Phone: 0650-7000383, Email: pkpa_simeulue@yahoo.comType rest of the post here

Read more...

Profil Yayasan Anak Bangsa

Yayasan Anak Bangsa yang di singkat dengan YAB merupakan sebuah NGO yang peduli terhadap penegakan hak-hak anak di Aceh. YAB sendiri lahir pada tanggal 17 Juli 1995, bersifat nirlaba dan independen. Kelahiran organisasi ini atas dasar keprihatinan dengan masih banyaknya anak-anak yang haknya terabaikan, teraniaya bahkan tereksploitasi baik karena faktor alamiah maupun karena pembiaran oleh negara. Tujuan yang ingin di capai yaitu terlindunginya hak-hak dasar anak-anak dalam tatanan kehidupan yang setara, adil, saling menghargai, demokratis dan berwawasan lingkungan.

Untuk melihat profil lengkap Yayasan Anak Bangsa, silahkan klik "read more" di bawah ini.Type your summary here

YAYASAN ANAK BANGSA - YAB ACEH
(ANAK BANGSA FOUNDATION)

Siapa Kita

Kita adalah NGO yang peduli terhadap penegakan hak-hak anak di Aceh

Sejarah Kita

Lahir tanggal 17 Juli 1995, bersifat nirlaba dan independen. Kelahiran organisasi ini atas dasar keprihatinan dengan masih banyaknya anak-anak yang haknya terabaikan, teraniaya bahkan tereksploitasi baik karena faktor alamiah maupun karena pembiaran oleh negara.

Apa yang ingin kita capai

Terlindunginya hak-hak dasar anak-anak dalam tatanan kehidupan yang setara, adil, saling menghargai, demokratis dan berwawasan lingkungan

Untuk apa kita ada

• Untuk Melakukan Advokasi terhadap anak dan kelompok dampingan
• Untuk melakukan pelayanan terhadap anak-anak yang memerlukan bantuan pelayanan.
• Untuk menjadi kelompok penekan demi penegakkan hak anak dan perubahan tatanan kehidupan di Aceh
• Untuk membangun aliansi di tingkat nasional dan internasional untuk advokasi anak
• Untuk menentukan isu besar kerja advokasi anak di Aceh
Apa keunikan kita

• NGO yang konsen secara khusus pada isu anak
• Tidak birokratis
• Dilahirkan oleh mahasiswa yang prihatin pada kondisi anak di Aceh.


Nilai filosofis yang dianut

• Kesetaraan
• Keadilan
• Pro Anak
• Keterbukaan
• Solidaritas
• Independen
• Kejujuran

Siapa Stakeholder kita

• Anak jalanan
• Pekerja anak
• Anak berkonflik dengan hukum
• Anak korban konflik bersenjata

Mandat Sosial apa yang kita miliki

YANG HARUS DILAKUKAN
• Mendampingi, melayani dan membela anak-anak
• Melindungi dan menganjurkan agar semua orang pro perlindungan anak
• Menggorganisir dan Melakukan kampanye terhadap perlakuan buruk yang dialami anak-anak Aceh.

YANG TIDAK BOLEH DILAKUKAN
• Mengeksploitasi anak-anak
• Tidak melakukan yang terbaik bagi anak-anak


Harapan terhadap Kebijakan
• Negara berpihak pada anak
• Ada UU Perlindungan tentang Anak
• Wajib Belajar dilaksanakan secara konsekuen dan ada program beasiswa
• Perda yang melindungi Anak Jalanan dan dilaksanakan
• Terciptanya suasana yang lebih demokratis
• Perlindungan hak anak masuk APBD
• Advokasi untuk melindungi Anak dari preman dan tuduhan sewenang-wenang
• Terwujud masyarakat sipil yang demokratis, transparan dan pro anak


Bentuk Struktur Apa yang kita pilih
a. Dewan Pengurus Yayasan
• Menyusun Garis-garis Besar Haluan Organisasi,
• Bersama eksekutif merumuskan kebijakan program
• Mengawasi jalannya operasionalisasi program
• Dewan Pengurus Yayasan yang dipilih untuk setiap empat tahun, dari representasi pendiri yayasan dan kelompok yang didampingi.

b. Direktur Eksekutif
• Dipilih dan diangkat berdasarkan kemampuan dan integritas
• Memberikan informasi kepada pihak luar
• Menjalin hubungan kerjasama
• Melakukan fundraising, mendistribusikan dana dan membuat laporan pertanggungjawaban pendanaan
• Memonitoring kerja advokasi dan pelayanan dan seluruh sistem operasional YAB.

c. Manager Program adalah penanggungjawab operasionalisasi program baik di bidang pelayanan terhadap anak-anak yang memerlukan bantuan pelayanan maupun bidang advokasi seperti melakukan kampanye, studi kebijakan termasuk mengupayakan adanya legal drafting untuk perlindungan anak. Koordinator Program ini memiliki 5 divisi kerja:
• Divisi Pendampingan : memberikan bantuan pelayanan dan pendampingan baik di jalan, di rumah piyoh (open house), dll.
• Divisi pendidikan: mengupayakan terselenggarakan pendidikan informal/alternatif (street education). Divisi ini juga membentuk bengkel kreatifitas anak.
• Divisi penanganan khusus: bekerja untuk anak-anak yang membutuhkan perhatian khusus, misalnya anak-anak yang trauma, cacat fisik akibat kekerasan, dll.
• Divisi studi kebijakan: melakukan studi terhadap kebijakan pemerintah dan dampaknya bagi anak-anak di Aceh.
• Divisi kampanye: mengorganisir kampanye, menerbitkan buletin CHILDOM dan mendampingi penerbitan anak SUARA ABANG.

d. Ofiice Manager: Sebagai sistem pendukung kerja pelayanan dan advokasi, mensosialisasikan hasil YAB kepada direktur, Manager program dan pihak yang terlibat dalam kerja YAB, mengelola administrasi dan keuangan serta memfasilitasi pertemuan antar komponen YAB. Manager Office memiliki 4 divisi kerja
• Divisi data dan system informasi : mengelola website, email dan data base, serta mengumpulkan informasi akurat dari sumber sumber yang layak dipercaya.
• Keuangan dan administrasi : membantu office manager mengelola keuangan dan administrasi lembaga.
• Kepala Rumah Tangga : penanggung jawab perawatan dan kebersihan kantor.


Sasaran Program

Mengupayakan kuatnya posisi anak-anak, menanamkan rasa percaya diri bagi anak-anak yang marginal dan teraniaya serta memberikan pembelaan dan dan perlindungan hak-hak anak; dengan tanpa membedakan suku, agama, warna kulit, pendirian politik, jenis kelamin, usia, kelas, status sosial dan budayanya. Fokus kita adalah Anak jalanan, pekerja anak, anak putus sekolah, anak korban Kekerasan Negara, anak korban konflik bersenjata, serta anak yang berkonflik dengan hukum

Untuk pengembangan SDM dan kemampuan organisasi YAB Aceh juga menyelenggarakan pelatihan, seminar, lokakarya, dan mengirimkan staf magang; YAB menjalin hubungan kerjasama dengan pihak mitra berdasarkan prinsip saling menghargai dan tidak saling merugikan.


Jaringan Advokasi Strategis

YAB ACEH anggota/pendiri Koalisi NGO HAM Aceh, anggota Forum LSM Aceh (Aceh NGO’s Forum); Konsorsium Anak Jalanan Indonesia; Wahana Lingkungan Hidup Indonesia; Pendiri/anggota Jaringan Advokasi SuLOH; Kelompok Kerja Transformasi Gender Aceh; dan Children Rights WatchType rest of the post here

Read more...

Hak Anak Dalam Keseharian

Dalam beberapa tahun belakangan ini, masalah kesehatan anak menjadi pemikiran dan telah mendapat porsi khusus. Penanganan dan langkah-langkah strategis semakin ditingkatkan guna mencapai tujuan pembangunan kesehatan Indonesia Sehat 2010.

Ditinjau dari segi angka kematian dan kesakitan pada anak, kondisi ini masih memprihatinkan. Salah satunya yaitu angka kematian bayi, dalam kurun waktu 3 tahun (1998 – 2001) malah meningkat dari 49 per 1.000 kelahiran hidup menjadi 51 per 1.000 kelahiran hidup. Ini semakin menegaskan kondisi yang menuntut perhatian lebih dari kita semua dalam upaya untuk menciptakan genearasi yang baik di masa yang akan datang.

Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA) Nomor 23 Tahun 2002, yang dikategorikan sebagai anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk yang masih dalam kandungan.
Type your summary here

Dalam hal ini, factor penyakit yang menjangkiti anak-anak usia 0-4 tahun kerap menjadi source of problem. Penyakit yang kerap hadir hingga menyebabkan meninggal adalah diare, infeksi saluran pernafasan atas, tyfus, gangguan perinatal, gangguan saluran cerna, penyakit saraf, dan tetanus. Sedangkan kematian anak usia 5 – 15 tahun sering di sebabkan oleh tyfus, neoplasma, infeksi termasuk diare, dan kecelakaan.

Berdasarkan catatan Departemen Kesehatan, penyakit menular yang disebabkan oleh lingkungan tidak sehat yang sering menyebabkan kematian dan kesakitan adalah diare, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), TBC, demam berdarah dengue, dan malaria.

Salah satu penyebab lingkungan yang tidak sehat adalah cakupan air bersih dan fasilitas sanitasi dasar awal tahun 1990-an masih relatif rendah. Tahun 1998 dilaporkan adanya sedikit peningkatan cakupan air bersih menjadi 73 persen dan pemilikan jamban saniter 66 persen.

Dalam kondisi masyarakat yang buruk maka yang paling menderita lebih dulu adalah anak-anak. Oleh karena itu, angka kematian anak menjadi indikator kesejahteraan suatu bangsa.

Kalau kita melihat lebih dalam, persoalan anak tidaklah hanya sebatas pada persoalan penyakit, akan tetapi psikologis anak juga memegang pernanan penting dalam proses tumbuh kembangnya.

Kondisi krisis ekonomi saat ini, juga telah memaksa jutaan anak-anak di kota maupun di desa terjun ikut bekerja guna memperoleh tambahan penghasilan. Apakah itu sebagai buruh anak di bidang pertanian dan perikanan di desa, atau sebagai buruh anak di pabrik-pabrik dengan kondisi kerja yang sangat memprihatinkan.

Begitu banyak anak dalam usianya masih sangat belia sudah harus menanggung beban begitu berat, baik fisik maupun mental, yang menghambat proses tumbuh kembang mereka secara optimal. Di antara mereka adalah anak-anak yang sangat kurang memperoleh perhatian atau pengawasan dari orangtuanya, atau bahkan hidup tanpa keluarga sama sekali.

Ini dapat kita jumpai pada anak-anak yang hidup di jalanan, tidur di pasar, di emperan toko atau di stasiun kereta api secara menggelandang dengan mengais rejeki melalui aktivitas kehidupan di sekitarnya. Kerasnya hidup yang harus mereka jalani kadang-kadang terpaksa menyeret mereka untuk melakukan berbagai tindak kriminal, sehingga pada usianya yang amat dini mereka sudah harus berurusan dengan aparat penegak hukum.

Coba kita amati beberapa kasus di bawah ini :
- anak yang tidak memiliki akte kelahiran
- anak yang putus sekolah
- anak jalanan
- anak yang mengalami tindak kekerasan
- anak yang diperdagangkan dengan tujuan komersil.
- Ribuan anak-anak yang masih trauma dengan konflik dan tsunami

Konvensi Hak Anak yang telah ditetapkan oleh PBB sebagai standar universal bagi hak-hak anak, seharusnya berfungsi untuk melindungi mereka dari berbagai tindakan salah tersebut. Sebanyak lebih dari 180 negara di dunia telah meratifikasi isi Konvensi tersebut pada tahun 1990.

Berbagai tindak kekerasan, penelantaran dan eksploitasi masih saja terus dialami oleh anak-anak yang di harapkan menjadi tunas harapan bangsa di bumi pertiwi tercinta ini.

Begitu pula penderitaan psikologis akibat berbagai sikap dan tindakan yang sewenang-wenang terhadap anak, membuat mereka menjadi anak-anak yang bermasalah sehingga mengganggu proses tumbuh kembang mereka secara sehat.

Inilah situasi nyata yang terjadi sekarang ini.

Tampaknya isi dan makna dari Konvensi Hak Anak masih belum tersosialisasi secara luas kepada masyarakat, sehingga akhirnya masyarakat menjadi kurang peka dan kurang memahami fenomena yang ada.

Untuk itu semua pihak kiranya perlu berusaha agar makna dari Konvensi Hak Anak tersebut dapat tersebar secara lebih luas, sebagaimana tertera dalam pasal 42 dari Konvensi tersebut, yaitu bahwa Negara Peserta berupaya agar prinsip-prinsip dan ketentuan Konvensi ini diketahui secara luas oleh orang dewasa dan juga anak-anak melalui cara yang tepat dan aktif.

Di Indonesia secara umum, dan Aceh secara khusus masih banyak anak yang mengalami kekerasan dan penindasan haknya, karena terkadang orang dewasa menganggap bahwa anak merupakan ‘properti’ milik mereka. Di lain pihak, anak terkadang memiliki kesulitan untuk mengungkapkan perasaannya sehingga aspirasinya juga tidak tersalurkan.
Selain pelanggaran hak anak, banyak anak di Indonesia maupun di seluruh dunia mengalami tindakan kekerasan oleh orang dewasa yang sayangnya justru dilakukan di dalam rumah tangga. Menurut data dari World Health Organization (WHO) penganiayaan anak telah menyengsarakan hidup 40 juta anak yang berusia antara 0-14 tahun.

Dengan adanya dampak psikologis dari pelanggaran dan tindak kekerasan terhadap anak, hendaknya kita dapat memahami bahwa pada dasarnya anak adalah suatu pribadi utuh yang tidak boleh diperlakukan begitu saja secara semena-mena, karena mereka mempunyai hak-hak khusus sebagai anak yang perlu senantiasa dilindungi.

Kita kerap pesimis dengan melihat kondisi yang terjadi pada saat ini. Tapi, ketika kita hanya diam dan mengurut-urut dada, keadaan tidak pernah akan berubah. Anak-anak kita akan tetap menjadi bulan-bulanan dari orang dewasa. Hak-hak mereka akan semakin terabaikan.

Menjadi tugas kita bersama untuk menyediakan lahan yang subur bagi proses tumbuh kembang mereka, yakni dengan mengerti hak-hak mereka sebagai anak, melindungi mereka dari berbagai tindakan eksploitasi dan penyalahgunaan.

Marilah kita berupaya untuk menjunjung tinggi hak-hak anak dalam kehidupan sehari-hari, sehingga pada gilirannya nanti, anak-anak akan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
“Anak-anak Aceh, bangkit dan tersenyumlah....!!”
Type rest of the post here

Read more...

Sabtu, 09 Februari 2008

Profil SEFA

SEFA (Save Emergency for Aceh), sebuah lembaga kemanusiaan independen yang berdiri pada tanggal, 11 September 1999. Lembaga ini didirikan oleh beberapa mahasiswa dan pemuda Aceh untuk menyikapi semakin memburuknya kondisi kemanusiaan di Aceh masa itu. Aktivitas SEFA pada awalnya berupa penanganan dan pendampingan masyarakat pengungsi dan pasca pengungsi akibat konflik vertikal (Pemerintah vs GAM) yang terjadi di Aceh.
Pasca Gempa Bumi dan Tsunami Aceh, 26 Desember 2004, menyisakan kehancuran dan ketakutan mendalam bagi masyarakat Aceh. Bencana yang telah menelan korban lebih dari 200.000-an jiwa (versi Departemen Kesehatan RI), meluluhlantakan puluhan ribu bangunan, kerugian materi. SEFA aktif dalam upaya penanganan korban bencana dan pendampingan masyarakat Aceh. Kegiatan yang dilakukan berupa pelayanan emergency (pembangian sembako kepada pengungsi) bersama ratusan Volunteer muda, pelayanan kesehatan gratis dan pendidikan alternatif Anak.


Motto
“Sahabat Kemanusiaan”

Visi
Terwujudnya tatanan social masyarakat yang berkeadilan berdasarkan prinsip kolektif, demokratis, non diskriminasi, egaliter dan penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan secara universal.

Misi
Peningkatan kualitas sumberdaya manusia Aceh yang cerdas, kritis dan partisipatif dalam pembangunan berkelanjutan.
Mendorong terbangunnya komunitas mandiri melalui penguatan struktur sosial dan pengorganisasian masyarakat.


Kontak

SEFA
Jl. Potemerehom No.16, Lambhuk, Banda Aceh-Indonesia, 23118
Telephone: +62-651-741-0693
E-mail : sefa.aceh@sefa.or.id
Website : www.sefa.or.id


Read more...

  © designed by Ramadhan Al-Mubarak by mymoen.com 2008

Back to TOP